Teruslah terbuai dalam kesemuan
Biarlah cinta itu memperdayamu dalam kekerdilan
Lihatlah mereka yang lelah berlari
Cintanya kuat merindu cahaya surgawi
Teruslah berbicara tentang kefitrahan
Biarlah kau nodai kata itu dengan bualan murahan
Dan fitrah mereka adalah kemuliaan
Tiada sejengkal pun tanah, melainkan darah kehormatan
Cinta kita penuh warna-warna
Kadang merah muda, ungu, ataupun jingga
Cinta mereka penuh debu
Kadang darah, kerikil, dan air mata jadi satu
Surat cinta kita teriring bersama bunga
Tertera di sana kata-kata indah puisi bak mutiara
Surat cinta mereka lusuh terdesing mesiu
Namun lantunannya terdesir membingkai kalbu
Pikiran kita terkuras pada yang kelak sirna
yang tak pernah ada dari padanya selain yang sia-sia
Pikiran mereka terpaut pada kemilau Wahyu
Yang membuat mereka bertahan didera peluru
Cinta ada disini
Cinta pun ada disana
Masing-masing memiliki arti
Namun keduanya tak pernah sama
Disini cinta terhinakan nafsu
Disana cinta termuliakan luka
Disini cinta rendah membelenggu
Disana cinta tinggi mengudara!
(Ayyash Ash-Shiddiq)
Saturday, November 27, 2010
Oh, Weak.
Rasanya seperti tercekat.
Ingin sekali berteriak, menjaganya erat erat. Agar tak ada satu tangan jahilpun datang mengganggunya.
Ia peri yang berbeda. Ia teguh, sederhana, tapi cerdas luar biasa.
Ini adalah fase merdeka. Dimana peri yang baru tumbuh akan menjelajah dunianya. Dengan berbagai cara.
Jadi menyuruhnya untuk tetap bersama denganku sama seperti memperlihatkan kekonyolanku padanya. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi aku benci ketidakmampuan ini. Ia seharusnya tumbuh di tempat yang penuh dengan cahaya. Bukan cahaya semu. Aku berulang kali menunjukkan betapa indahnya tempat itu. Sederhana, tapi penuh kasih sayang.
Sekali lagi, dia adalah peri yang memiliki sayap. Ia bisa tetap bersamaku. Tapi bisa saja disaat semua lengah, perlahan ia pergi ke tempat lain. di tempat yang sulit aku menjangkaunya.
ya, Aku penjaga yang lemah. Tak bisa melakukan apa-apa.
Aku takut ia akan menuntutku nantinya. Ia menyalahkanku di hadapanNya.
“Ini karena dia membiarkanku pergi!”
Aku benci kecerobohanku. Aku benci menyadari kenyataan bahwa kami sekarang berada di fase bebas. Tapi kami masih terlalu rapuh untuk terbang sendirian.
Lalu, apa yang harus kulakukan?
Ingin sekali berteriak, menjaganya erat erat. Agar tak ada satu tangan jahilpun datang mengganggunya.
Ia peri yang berbeda. Ia teguh, sederhana, tapi cerdas luar biasa.
Ini adalah fase merdeka. Dimana peri yang baru tumbuh akan menjelajah dunianya. Dengan berbagai cara.
Jadi menyuruhnya untuk tetap bersama denganku sama seperti memperlihatkan kekonyolanku padanya. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi aku benci ketidakmampuan ini. Ia seharusnya tumbuh di tempat yang penuh dengan cahaya. Bukan cahaya semu. Aku berulang kali menunjukkan betapa indahnya tempat itu. Sederhana, tapi penuh kasih sayang.
Sekali lagi, dia adalah peri yang memiliki sayap. Ia bisa tetap bersamaku. Tapi bisa saja disaat semua lengah, perlahan ia pergi ke tempat lain. di tempat yang sulit aku menjangkaunya.
ya, Aku penjaga yang lemah. Tak bisa melakukan apa-apa.
Aku takut ia akan menuntutku nantinya. Ia menyalahkanku di hadapanNya.
“Ini karena dia membiarkanku pergi!”
Aku benci kecerobohanku. Aku benci menyadari kenyataan bahwa kami sekarang berada di fase bebas. Tapi kami masih terlalu rapuh untuk terbang sendirian.
Lalu, apa yang harus kulakukan?
Subscribe to:
Posts (Atom)